Pengertian Hukum Perjanjian
Dalam Pasal 1313 KUHPerdata, perjanjian
adalah suatu perbuatan di mana satu orang atau lebih mengikatkan diri terhadap
satu orang lain atau lebih. Secara sederhana perjanjian dapat dirumuskan
sebagai sebuah perbuatan dimana kedua belah pihak sepakat untuk saling
mengikatkan diri satu sama lain.
Para ahli hukum mempunyai pendapat yang
berbeda-beda mengenai pengertian perjanjian. Abdulkadir Muhammad mengemukakan bahwa perjanjian adalah suatu
persetujuan dengan dua orang atau lebih saling mengikatkan diri untuk
melaksanakan suatu hal mengenai harta kekayaan. Ahli hukum lain mengemukakan
bahwa suatu perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seorang berjanji kepada
seseorang yang lain atau dimana dua orang itu saling berjanji untuk
melaksanakan suatu hal yang menimbulkan perikatan berupa suatu rangkaian
perkataan yang mengandung janji-janji atau kesanggupan yang diucapkan atau
ditulis. Menurut J. Satrio perjanjian
dapat mempunyai dua arti, yaitu arti luas dan arti sempit, dalam arti luas
suatu perjanjian berarti setiap perjanjian yang menimbulkan akibat hukum
sebagai yang dikehendaki oleh para pihak termasuk didalamnya perkawinan,
perjanjian kawin, dll, dan dalam arti sempit perjanjian disini berarti
hanya ditujukan kepada hubungan-hubungan hukum dalam lapangan hukum kekayaan
saja, seperti yang dimaksud oleh buku III kitab undang-undang hukum perdata.
Standar kontrak
Istilah perjanjian baku berasal dari terjemahan
bahasa Inggris, yaitu standard contract.
Standar kontrak merupakan perjanjian yang telah ditentukan dan dituangkan dalam
bentuk formulir. Kontrak ini telah ditentukan secara sepihak oleh salah satu
pihak, terutama pihak ekonomi kuat terhadap ekonomi lemah. Kontrak baku menurut
Munir Fuadi adalah suatu kontrak
tertulis yang dibuat oleh hanya salah satu pihak dalam kontrak tersebut, bahkan
seringkali tersebut sudah tercetak (boilerplate) dalam bentuk-bentuk formulir
tertentu oleh salah satu pihak, yang dalam hal ini ketika kontrak tersebut
ditandatangani umumnya para pihak hanya mengisikan data-data informatif
tertentu saja dengan sedikit atau tanpa perubahan dalam klausul-klausulnya
dimana para pihak lain dalam kontrak tersebut tidak mempunyai kesempatan atau
hanya sedikit kesempatan untuk menegosiasi atau mengubah klausul-kalusul yang
sudah dibuat oleh salah satu pihak tersebut, sehingga biasanya kontrak baku
sangat berat sebelah. Sedangkan menurut Pareto,
suatu transaksi atau aturan adalah sah jika membuat keadaan seseorang menjadi
lebih baik dengan tidak seorangpun dibuat menjadi lebih buruk, sedangkan
menurut ukuran Kaldor-Hicks, suatu
transaksi atau aturan sah itu adalah efisien jika memberikan akibat bagi suatu
keuntungan sosial. Maksudnya adalah membuat keadan seseorang menjadi lebih baik
atau mengganti kerugian dalam keadaan yang memeprburuk. Menurut Treitel, “freedom of contract” digunakan untuk merujuk
kepada dua asas umum (general principle). Asas umum yang pertama mengemukakan
bahwa “hukum tidak membatasi syarat-syarat yang boleh diperjanjikan oleh para
pihak, asas tersebut tidak membebaskan berlakunya syarat-syarat suatu
perjanjian hanya karena syarat-syarat perjanjian tersebut kejam atau tidak adil
bagi satu pihak.” Jadi ruang lingkup asas kebebasan berkontrak meliputi
kebebasan para pihak untuk menentukan sendiri isi perjanjian yang ingin mereka
buat, dan yang kedua bahwa pada umumnya seseorang menurut hukum tidak dapat
dipaksa untuk memasuki suatu perjnjian. Intinya adalah bahwa kebebasan
berkontrak meliputi kebebasan bagi para pihak untuk menentukan dengan siapa dia
ingin atau tidak ingin membuat perjanjian. Tanpa sepakat dari salah satu pihak
yang membuat perjanjian, maka perjanjian yang dibuat tidak sah. Orang tidak
dapat dipaksa untuk memberikan sepakatnya. Sepakat yang diberikan dengan
dipaksa adalah contradictio in terminis.
Adanya paksaan menunjukkan tidak adanya sepakat. Yang mungkin dilakukan oleh
pihak lain adalah untuk memberikan pihak kepadanya, yaitu untuk setuju
mengikatkan diri pada perjanjian yang dimaksud atau menolak mengikatkan diri
pada perjanjian yang dimaksud. Dengan akibat transasksi yang diinginkan tidak
dapat dilangsungkan. Inilah yang terjadi dengan berlakunya perjanjian baku di
dunia bisnis pada saat ini. Namun kebebasan berkontrak diatas tidak dapat
berlaku mutlak tanpa batas. Artinya kebebasan berkontrak tidak tak terbatas. Dalam
melihat pembatasan kebebasan berkontrak terhadap kebolehan pelaksanaan kontrak
baku terdapat dua pendapat yang dikemukaan oleh Treitel yaitu terdapat dua pembatasan. Yang pertama adalah
pembatasan yang dilakukan untuk menekan penyalahgunaan yang disebabkan oleh
karena berlakunya asas kebebasan berkontrak. Misalnya diberlakukannya exemption clauses (kalusul eksemsi)
dalam perjanjian-perjanjian baku. Yang kedua pembatasan kebebasan berkontrak
karena alasan demi kepentingan umum (public interest).
Dari keterangan diatas dapat di ketahui bahwa tidak
ada kebebasan berkontrak yang mutlak. Pemerintah dapat mengatur atau melarang
suatu kontrak yang dapat berakibat buruk terhadap atau merugikan kepentingan
masyarakat. Pembatasan-pembatasan terhadap asas kebebasan berkontrak yang
selama ini dikenal dan diakui oleh hukum kontrak sebagaimana telah diterangkan
diatas ternyata telah bertambah dengan pembatasan-pembatasan baru yang
sebelumnya tidak dikenal oleh hukum perjanjian yaitu pembatasan-pembatasan yang
datangnya dari pihak pengadilan dalam rangka pelaksanaan fungsinya selaku
pembuat hukum, dari pihak pembuat peraturan perundang-undangan (legislature)
terutama dari pihak pemerintah, dan dari diperkenalkan dan diberlakukannya
perjanjian adhesi atau perjanjian baku yang timbul dari kebutuhan bisnis. Di
Indonesia kita ketahui pula ada dijumpai tindakan negara yang merupakan campur
tangan terhadap isi perjanjian yang dibuat oleh para pihak. Tetapi tidak semua
tingkat peraturan perundang-undangan dapat membatasi asas kebebasn berkontrak,
namun hanya UU atau Perpu atau peraturan perundan-undagan yang lebih tinggi
saja yang memepunyai kekuatan hukum untuk membatasi bekerjanya asas kebebasan
berkontrak.
Bila dikaitkan dengan peraturan yang dikeluarkan
yang berkaitan dengan kontrak baku atau perjanjian standar yang merupakan
pembolehan terhadap praktek kontrak baku, maka terdapat landasan hukum dari
berlakunya perjanjian baku yang dikeluarkan oleh pemerintah Indonesia, yaitu :
1.
Pasal 6.5. 1.2. dan Pasal 6.5.1.3. NBW Belanda
Isi ketentuan
itu adalah sebagai berikut :
Bidang-bidang
usaha untuk mana aturan baku diperlukan ditentukan dengan peraturan.
Aturan baku dapat ditetapkan, diubah dan dicabut jika disetujui oleh Menteri kehakiman, melalui sebuah panitian yasng ditentukan untuk itu. Cara menyusun dan cara bekerja panitia diatur dengan Undang-undang.
Aturan baku dapat ditetapkan, diubah dan dicabut jika disetujui oleh Menteri kehakiman, melalui sebuah panitian yasng ditentukan untuk itu. Cara menyusun dan cara bekerja panitia diatur dengan Undang-undang.
Penetapan,
perubahan, dan pencabutan aturan baku hanya mempunyai kekuatan, setelah ada
persetujuan raja dan keputusan raja mengenai hal itu dalam Berita Negara. Seseorang
yang menandatangani atau dengan cara lain mengetahui isi janji baku atau
menerima penunjukkan terhadap syarat umum, terikat kepada janji itu.
Janji baku
dapat dibatalkan, jika pihak kreditoir mengetahui atau seharunya mengetahui
pihak kreditur tidak akan menerima perjanjian baku itu jika ia mengetahui
isinya.
2.
Pasal 2.19 sampai dengan pasal 2.22 prinsip UNIDROIT
(Principles of International Comercial Contract)
Prinsip
UNIDROIT merupakan prinsip hukum yang mengatur hak dan kewajiban para pihak
pada saat mereka menerapkan prinsip kebebasan berkontrak karena prinsip
kebebasan berkontrak jika tidak diatur bisa membahayakan pihak yang lemah.
Pasal 2.19 Prinsip UNIDROIT menentukan sebagai berikut :
Apabila salah
satu pihak atau kedua belah pihak menggunakan syarat-syarat baku, maka berlaku
aturan-aturan umum tentang pembentukan kontrak dengan tunduk pada pasal 2.20 –
pasal 2.22. Syarat-syarat baku merupakan aturan yang telah dipersiapkan
terlebih dahulu untuk digunakan secara umum dan berulang-ulang oleh salah satu
pihak dan secara nyata digunakan tanpa negosiasi dengan pihak lainnya. Ketentuan
ini mengatur tentang :
a.
Tunduknya salah satu pihak terhadap kontrak baku
b.
Pengertian kontrak baku.
3.
Pasal 2.20 Prinsip UNIDROIT
Pasal 2.20
Prinsip UNIDROIT menentukan sebagai berikut :
Suatu
persyaratan dalam persyaratan-persyaratan standar yang tidak dapat secara layak
diharapkan oleh suatu pihak, dinyatakan tidak berlaku kecuali pihak tersebut
secara tegas menerimanya. Untuk menentukan apakah suatu persyaratan memenuhi
ciri seperti tersebut diatas akan bergantung pada isi bahasa, dan penyajiannya.
4.
Pasal 2.21
Berbunyi : dalam
hal timbul suatu pertentangan antara persyaratan-persyaratan standar dan tidak
standar, persyaratan yang disebut terakhir dinyatakan berlaku.
5.
Pasal 2.22
Jika kedua
belah pihak menggunakan persyaratan-persyaratan standar dan mencapai
kesepakatan, kecuali untuk beberapa persyaratan tertentu, suatu kontrak
disimpulkan berdasarkan perjanjian-perjanjian yang telah disepakati dan
persyaratan-persyaratan standar yang memiliki kesamaan dalam substansi, kecuali
suatu pihak sebelumnya telah menyatakan jelas atau kemudian tanpa penundaan
untuk memberitahukannya kepada pihak lain, bahwa hal tersebut tidak dimaksudkan
untuk terikat dengan kontrak tersebut.
6.
UU No 10 Tahun 1988 tentang Perubahan UU No. 7 Tahun
1992 tentang Perbankan.
7.
UU No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen.
Dengan telah
dikeluarkannya peraturan-peraturan tersebut diatas menunjukkan bahwa pada
intinya kontrak baku merupakan jenis kontrak yang diperbolehkan dan dibenarkan
untuk dilaksanakan oleh kedua belah pihak karena pada dasarnya dasar hukum
pelaksanaan kontrak baku dibuat untuk melindungi pelaksanaan asas kebebasan
berkontrak yang berlebihan dan untuk kepentingan umum sehingga perjanjian
kontrak baku berlaku dan mengikat kedua belah pihak yang membuatnya.
Macam-macam Perjanjian
Tentang
jenis-jenis kontrak KUHP tidak secara khusus mengaturnya. Penggolongan yang
umum dikenal ialah penggolongan kedalam kontrak timbal balik atau kontrak asas
beban, dan kontrak sepihak atau kontrak tanpa beban atau kontrak cuma-cuma. Kontrak timbal balik merupakan
perjanjian yang didalamnya masing-masing pihak menyandang status sebagai berhak
dan berkewajiban atau sebagai kreditur dan debitur secara timbal balik,
kreditur pada pihak yang satu maka bagi pihak lainnya adalah sebagai debitur,
begitu juga sebaliknya. Kontrak sepihak merupakan perjanjian yang mewajibkan
pihak yang satu untuk berprestasi dan memberi hak pada yang lain untuk menerima
prestasi. Contohnya perjanjian pemberian kuasa dengan cuma-cuma, perjanjian
pinjam pakai cuma-cuma, perjanjian pinjam pengganti cuma-cuma, dan penitipan
barang dengan cuma-Cuma.
Arti penting pembedaan tersebut ialah :
Berkaitan dengan aturan resiko, pada perjanjian
sepihak resiko ada pada para kreditur, sedangkan pada perjanjian timbal balik
resiko ada pada debitur, kecuali pada perjanjian jual beli.
Berkaitan dengan perjanjian syarat batal, pada
perjanjian timbal balik selalu dipersengketakan.
Jika suatu perjanjian timbal balik saat pernyataan
pailit baik oleh debitur maupun lawan janji tidak dipenuhi seluruh atau
sebagian dari padanya maka lawan janjinya berhak mensomir BHP. Untuk jangka
waktu 8 hari menyatakan apakah mereka mau mempertahankan perjanjian tersebut.
Kontrak menurut namanya dibedakan menjadi dua, yaitu
kontrak bernama atau kontrak nominat, dan kontrak tidak bernama atau kontrak
innominat. Dalam buku III KUHP tercantum bahwa kontrak bernama adalah kontrak jual beli, tukar menukar,
sewa-menyewa, hibah, penitipan barang, pinjam pakai, pinjam meminjam, pemberian
kuasa, penanggungan utang, perdamaian, dll. Sementara yang dimaksud dengan kontrak tidak bernama adalah kontrak
yang timbul, tumbuh, dan berkembang dalam masyarakat. Jenis kontrak ini belum
tercantum dalam kitab undang-undang hukum perdata. Yang termasuk dalam kontrak
ini misalnya leasing, sewa-beli, keagenan, franchise, kontrak rahim, joint
venture, kontrak karya, production sharing.
Kontrak menurut bentuknya dibedakan menjadi kontrak
lisan dan kontrak tertulis. Kontrak lisan
adalah kontrak yang dibuat secara lisan tanpa dituangkan kedalam tulisan.
Kontrak-kontrak yang terdapat dalam buku III KUHP dapat dikatakan umumnya
merupakan kontrak lisan, kecuali yang disebut dalam pasal 1682 KUHP yaitu
kontrak hibah yang harus dilakukan dengan akta notaris. Kontrak tertulis adalah kontrak yang dituangkan dalam tulisan.
Tulisan itu bisa dibuat oleh para pihak sendiri atau dibuat oleh pejabat,
misalnya notaris. Didalam kontrak tertulis kesepakatan lisan sebagaimana yang
digambarkan oleh pasal 1320 KUHP, kemudian dituangkan dalam tulisan.
Macam-macam perjanjian obligator ialah:
1.
Perjanjian dengan Cuma-Cuma dan Perjanjian dengan
Beban
Perjanjian dengan Cuma-Cuma ialah suatu perjanjian dimana pihak yang satu
memberikan suatu keuntungan kepada yang lain tanpa menerima suatu manfaat bagi
dirinya sendiri. (Pasal 1314 ayat (2) KUHPerdata). Perjanjian dengan Beban ialah suatu perjanjian dimana salah satu
pihak memberikan suatu keuntungan kepada pihak lain dengan menerima suatu
manfaat bagi dirinya sendiri.
2.
Perjanjian Sepihak dan Perjanjian Timbal Balik
Perjanjian sepihak
adalah suatu perjanjian dimana hanya terdapat kewajiban pada salah satu pihak
saja. Perjanjian timbal balik ialah
suatu perjanjian yang memberi kewajiban dan hak kepada kedua belah pihak.
3.
Perjanjian Konsensuil, Formal dan, Riil
Perjanjian konsensuil ialah perjanjian dianggap sah apabila ada kata
sepakat antara kedua belah pihak yang mengadakan perjanjian tersebut. Perjanjian formil ialah perjanjian yang
harus dilakukan dengan suatu bentuk teryentu, yaitu dengan cara tertulis. Perjanjian riil ialah suatu perjanjian
dimana selain diperlukan adanya kata sepakat, harus diserahkan.
4.
Perjanjian Bernama, Tidak Bernama dan, Campuran
Perjanjian bernama
adalah suatu perjanjian dimana Undang Undang telah mengaturnya dengan
kententuan-ketentuan khusus yaitu dalam Bab V sampai bab XIII KUHPerdata
ditambah titel VIIA. Perjanjian tidak
bernama ialah perjanjian yang tidak diatur secara khusus. Perjanjian campuran ialah perjanjian
yang mengandung berbagai perjanjian yang sulit dikualifikasikan.
5.
Perjanjian kebendaan dan perjanjian obligatoir
Syarat
Sahnya Perjanjian
Suatu kontrak dianggap sah (legal) dan mengikat,
maka perjanjian tersebut harus memenuhi syarat-syarat tertentu. Menurut
ketentuan pasal 1320 KUHP Perdata, ada empat syarat yang harus dipenuhi untuk sahnya
suatu perjanjian, yaitu :
1.
Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya
Syarat
pertama merupakan awal dari terbentuknya perjanjian, yaitu adanya kesepakatan
antara para pihak tentang isi perjanjian yang akan mereka laksanakan. Oleh
karena itu timbulnya kata sepakat tidak boleh disebabkan oleh tiga hal, yaitu
adanya unsur paksaan, penipuan, dan kekeliruan. Apabila perjanjian tersebut
dibuat berdasarkan adanya paksaan dari salah satu pihak, maka perjanjian
tersebut dapat dibatalkan.
2.
Kecakapan untuk membuat suatu perjanjian
Pada saat
penyusunan kontrak, para pihak khususnya manusia secara hukum telah dewasa atau
cakap berbuat atau belum dewasa tetapi ada walinya. Di dalam KUH Perdata yang
disebut pihak yang tidak cakap untuk membuat suatu perjanjian adalah
orang-orang yang belum dewasa dan mereka yang berada dibawah pengampunan.
3.
Mengenai suatu hal tertentu
Secara
yuridis suatu perjanjian harus mengenai hal tertentu yang telah disetujui.
Suatu hal tertentu disini adalah objek perjanjian dan isi perjanjian. Setiap
perjanjian harus memiliki objek tertentu, jelas, dan tegas. Dalam perjanjian
penilaian, maka objek yang akan dinilai haruslah jelas dan ada, sehingga tidak
mengira-ngira.
4.
Suatu sebab yang halal
Setiap perjanjian yang dibuat para pihak tidak boleh
bertentangan dengan undang-undang, ketertiban umum, dan kesusilaan. Dalam akta
perjanjian sebab dari perjanjian dapat dilihat pada bagian setelah komparasi,
dengan syarat pertama dan kedua disebut syarat subjektif, yaitu syarat mengenai
orang-orang atau subjek hukum yang mengadakan perjanjian, apabila kedua syarat
ini dilanggar, maka perjanjian tersebut dapat diminta pembatalan. Juga syarat
ketiga dan keempat merupakan syarat objektif, yaitu mengenai objek perjanjian
dan isi perjanjian, apabila syarat tersebut dilanggar, maka perjanjian tersebut
batal demi hukum. Namun,apabila perjanjian telah memenuhi unsur-unsur sahnya
suatu perjanjian dan asas-asas perjanjian, maka perjanjian tersebut sah dan
dapat dijalankan.
Saat Lahirnya
Perjanjian
Menetapkan kapan saat lahirnya perjanjian mempunyai
arti penting bagi :
1.
kesempatan penarikan kembali penawaran
2.
penentuan resiko
3.
saat mulai dihitungnya jangka waktu kadaluwarsa
4.
menentukan tempat terjadinya perjanjian
Berdasarkan Pasal 1320 jo 1338 ayat (1)
BW/KUHPerdata dikenal adanya asas konsensual, yang dimaksud adalah bahwa
perjanjian atau kontrak lahir pada saat terjadinya konsensus atau sepakat dari
para pihak pembuat kontrak terhadap obyek yang diperjanjikan. Pada umumnya
perjanjian yang diatur dalam BW bersifat konsensual. Sedang yang dimaksud konsensus atau sepakat adalah pertemuan
kehendak atau persesuaian kehendak antara para pihak di dalam kontrak. Seorang
dikatakan memberikan persetujuannya atau kesepakatannya (toestemming), jika ia
memang menghendaki apa yang disepakati.
Mariam
Darus Badrulzaman melukiskan pengertian sepakat sebagai pernyataan
kehendak yang disetujui (overeenstemende wilsverklaring) antar pihak-pihak.
Pernyataan pihak yang menawarkan dinamakan tawaran (offerte). Pernyataan pihak
yang menerima penawaran dinamakan akseptasi (acceptatie). Jadi pertemuan
kehendak dari pihak yang menawarkan dan kehendak dari pihak yang akeptasi
itulah yang disebut sepakat dan itu yang menimbulkan/melahirkan kontrak atau
perjanjian.
Ada beberapa teori yang bisa digunakan untuk
menentukan saat lahirnya kontrak yaitu:
1.
Teori Pernyataan (Uitings Theorie)
Menurut teori ini, kontrak telah ada/lahir pada saat
atas suatu penawaran telah ditulis surat jawaban penerimaan. Dengan kata lain
kontrak itu ada pada saat pihak lain menyatakan penerimaan/akseptasinya.
2.
Teori Pengiriman (Verzending Theori)
Menurut teori ini saat pengiriman jawaban akseptasi
adalah saat lahirnya kontrak. Tanggal cap pos dapat dipakai sebagai patokan
tanggal lahirnya kontrak.
3.
Teori Pengetahuan (Vernemingstheorie)
Menurut teori ini saat lahirnya kontrak adalah pada
saat jawaban akseptasi diketahui isinya oleh pihak yang menawarkan.
4.
Teori penerimaan (Ontvangtheorie)
Menurut teori ini saat lahirnya kontrak adalah pada
saat diterimanya jawaban, tak peduli apakah surat tersebut dibuka atau
dibiarkan tidak dibuka. Yang pokok adalah saat surat tersebut sampai pada
alamat si penerima surat itulah yang dipakai sebagai patokan saat lahirnya
kontrak.
Pembatalan
dan Pelaksanaan Suatu Perjanjian
Pembatalan Suatu Perjanjian
Pembelokan pelaksanaan kontrak sehingga menimbulkan
kerugian yang disebabkan oleh kesalahan salah satu pihak konstruksi tersebut
dikenal dengan sebutan wanprestasi atau ingkar janji. Wanprestasi adalah tidak dilaksanakannya prestasi atau kewajiban
sebagaimana mestinya yang dibebankan oleh kontrak terhadap pihak-pihak tertentu
seperti yang disebutkan dalam kontrak.
Ada tiga bentuk ingkar janji, yaitu :
1.
Tidak memenuhi prestasi sama sekali
2.
Terlambat memenuhi prestasi
3.
Memenuhi prestasi secara tidak sah
Akibat
munculnya wanprestasi ialah timbulnya hak pada pihak yang dirugikan untuk
menuntut penggantian kerugian yang dideritanya terhadap pihak yang wanprestasi.
Pihak yang wansprestasi memiliki kewajiban untuk membayar ganti rugi kepada
pihak yang menderita kerugian. Tuntutan pihak yang dirugikan terhadap pihak
yang menyebabkan kerugian berupa :
1.
Pemenuhan perikatan
2.
Pemenuhan perikatan dengan ganti rugi
3.
Ganti rugi
4.
Pembatalan persetujuan timbal balik
5.
Pembatalan dengan ganti rugi
Pelaksanaan Suatu Perjanjian
Suatu perjanjian adalah suatu peristiwa dimana
seorang berjanji kepada orang lain, atau dimana dua orang saling berjanji untuk
melaksanakan sesuatu.
Melihat macam-macamnya hal yang dijanjikan untuk
dilaksanakan itu, perjanjian-perjanjian dibagi dalam tiga macam, yaitu:
1.
Perjanjian untuk memberikan atau menyerahkan suatu
barang
2.
Perjanjian untuk berbuat sesuatu
3.
Perjanjian untuk tidak berbuat sesuatu
Pengaturan
mengenai pelaksanaan kontrak dalam KUHP menjadi bagian dari pengaturan tentang
akibat suatu perjanjian, yaitu diatur dalam pasal 1338 sampai dengan pasal 1341
KUHP. Pada umumnya dikatakan bahwa yang mempunyai tugas untuk melaksanakan
kontrak adalah mereka yang menjadi subjek dalam kontrak itu. Salah satu pasal
yang berhubungan langsung dengan pelaksanaannya ialah pasal 1338 ayat 3 yang
berbunyi ”suatu perjanjian harus dilaksanakan dengan etikat baik.” Dari pasal
tersebut terkesan bahwa untuk melaksanakan kontrak harus mengindahkan etiket
baik saja, dan asas etiket baik terkesan hanya terletak pada fase atau
berkaitan dengan pelaksanaan kontrak, tidak ada fase-fase lainnya dalam proses
pembentukan kontrak.
Asas yang mengikat dalam pelaksanaan kontrak
Hal-hal yang mengikat dalam kaitan dengan
pelaksanaan kontrak ialah :
1.
Segala sesuatu yang menurut sifat kontrak diharuskan
oleh kepatutan, kebiasaan, dan undang-undang.
2.
Hal-hal yang menurut kebiasaan sesuatu yang
diperjanjikan itu dapat menyingkirkan suatu pasal undang-undang yang merupakan
hukum pelengkap.
3.
Bila suatu hal tidak diatur oleh/dalam undang-undang
dan belum juga dalam kebiasaan karena kemungkinan belum ada, tidak begitu banyak
dihadapi dalam praktek, maka harus diciptakan penyelesaiannya menurut/dengan
berpedoman pada kepatutan.
Pelaksanaan kontrak harus sesuai dengan asas
kepatutan, pemberlakuan asas tersebut dalam suatu kontrak mengandung dua
fungsi, yaitu :
1.
Fungsi melarang,
artinya bahwa suatu kontrak yang bertentangan dengan asas kepatutan itu
dilarang atau tidak dapat dibenarkan, contoh : dilarang membuat kontrak
pinjam-meminjam uang dengan bunga yang amat tinggi, bunga yang amat tinggi
tersebut bertentangan dengan asas kepatutan.
2.
Fungsi menambah,
artinya suatu kontrak dapat ditambah dengan atau dilaksanakan dengan asas
kepatutan. Dalam hal ini kedudukan asas kepatutan adalah untuk mengisi
kekosongan dalam pelaksanaan suatu kontrak yang tanpa isian tersebut, maka
tujuan dibuatnya kontrak tidak akan tercapai.
Sumber:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar